DPRD Dituding Tak Punya Komitmen, Siswa Belajar di Laboratorium

DPRD Dituding Tak Punya Komitmen, Siswa Belajar di Laboratorium

CIREBON - Jebolnya kuota Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP, jadi sorotan kalangan akademisi. Mereka menilai, wakil rakyat tak punya komitmen untuk melaksanaan PPDB bersih dari intervensi. “Walikota luluh karena desakan ketua DPRD. PPDB harusnya menuju arah yang baik malah jadi seperti ini,” ujar Akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof Dr Adang Jumhur MAg, kepada Radar, Rabu (2/8). Ia menilai maksud dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 17/2017 sudah sangat baik. Penerapan zonasi tidak mempertimbangkan menerima siswa atas asas ekonomi, nilai akademik dan faktor lain yang mengurangi kesempatan sekolah. Justru dari sistem ini diharapkan bisa terjadi pemerataan siswa, guru dan pada akhirnya sarana prasarana penunjang pendidikan. “Goal-nya tidak ada dikotomi sekolah favorit dan sekolah tidak favorit,” tandasnya. Menurut pengamatannya, PPDB awalnya berjalan baik. Tetapi setelah penutupan justru terus menerus mengalami kemunduran. Ia menyebut desakan dari ketua DPRD yang menjadi pemicu awal kekacauan. Bahkan, Adang menilai, ada pihak-pihak yang tidak siap dengan sistem baru PPDB. Mereka biasanya mendapat keuntungan dari bobroknya sistem, sehingga tidak rela ketika ada perbaikan. Kemudian,  kebiasaan lama khususnya titip menitip akhirnya dimanfaatkan. Untuk itu, ia berharap semua elemen menyepakati bahwa PPDB merupakan awal untuk pemerataan pendidikan. Kekurangan dalam pelaksanaan PPDB harus dihilangkan. “Sekali aturan diberlakukan, semua pihak harus taat. Tidak ada pengecualian,” tegasnya. Dalam PPDB kali ini, Adang lagi-lagi menuding legislatif tak bisa menjadi teladan membangun komitmen dan konsistensi. Justru terus menerus mencari kelemahan sampai akhirnya memaksakan kehendak. Sementara itu, sejumlah siswa terpaksa mengikuti proses belajar mengajar dengan kondisi ruang kelas yang penuh dan sesak. Dengan ruang yang ada, terpaksa dipadatkan jadi 40 siswa dalam satu rombongan belajar. Pantauan Radar di SMPN 5 Cirebon, ada tiga ruang kelas yang jumlah siswanya melebihi standar. \"Kita pake tiga kelas tambahan untuk menampung siswa. Yang 3 kelas itu, satu kelasnya 40 lebih,\" ujar salah satu guru SMPN 5 Cirebon, Hj Riri Indri Utami MPd. Riri menjelaskan, kondisi ruang kelas yang memiliki jumlah siswa lebih dari batas maksimal memang kurang efektif. Dalam proses belajar mengajar siswa butuh konsentrasi penuh. Bila ruang kelas yang padat dan ruang gerak terbatas, otomatis konsentrasi siswa pun berkurang. \"Idealnya memang tidak terlalu penuh setiap ruang kelas, supaya siswa juga belajar dengan fokus dan nyaman,\" jelasnya. Namun dengan kondisi siswa yang ada, tambah Riri, sekolah tetap memberikan yang terbaik. Salah satunya dengan inovasi pembelajaran yang tidak henti dilakukan. \"Sekarang yang terpenting bagaimana guru mengajar dan siswa mampu menyerap ilmu yang disampaikan. Kalau ruang gerak di kelas sempit, bisa sesekali belajar di luar kelas, seperti di taman atau perpustakaan,\" jelasnya. Kondisi serupa terpantau di SMPN 1 Cirebon. Ketidaknyamanan terlihat lantaran para siswa belajar dalam ruangan yang sesak. Selain itu, fasilitas yang diberikan pihak sekolah tidak memadai dikarenakan siswa juga belajar di ruang laboratorium. Hal tersebut terjadi akibat buntut dari penggelembungan jumlah siswa yang diterima pada PPDB susulan. (abd/mik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: