Jelang Eksekusi Lahan, Warga Adat Sunda Wiwitan Kembali Datangi PN Kuningan

Jelang Eksekusi Lahan, Warga Adat Sunda Wiwitan Kembali Datangi PN Kuningan

KUNINGAN - Sejumlah warga adat Sunda Wiwitan Paseban Cigugur, kembali mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Kuningan di Jalan Aruji Kartawinata, Senin (21/8). Mereka menyampaikan permohonan agar PN Kuningan menunda rencana eksekusi lahan sengketa yang selama ini jadi sorotan. Warga Sunda Wiwitan didampingi puluhan anggota ormas GMBI (Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia) ke PN Kuningan. Sempat terjadi sedikit ketegangan antara pihak warga adat Sunda Wiwitan yang dipimpin Dewi Kanti dengan pihak PN. Mereka sangat berharap bisa ditemui Ketua PN Kuningan, Elly Istianawati. Namun, karena berbagai hal, yang bersangkutan tidak bisa mengabulkan permohonan tersebut. Di bawah pengamanan ratusan aparat dari Polres Kuningan, massa ini pun mencoba bertahan untuk bernegosiasi. Beberapa perwakilan masyarakat adat pun sempat diterima pihak Humas PN Kuningan untuk berdialog. Hanya saja pihak warga adat merasa tersinggung, karena ketua PN Kuningan tidak juga menemui mereka. Hingga hari menjelang siang, karena tidak ada kepastian ketua PN Kuningan untuk bersedia menemui mereka. Akhirnya para warga adat Sunda Wiwitan Cigugur dan puluhan anggota ormas GMBI itu membubarkan diri. Perwakilan masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cigugur Dewi Kanti, kepada sejumlah awak media menuturkan, kedatangannya ke PN tak lain ingin melakukan komunikasi lanjutan. Karena ada beberapa hal yang perlu disampaikan langsung kepada ketua PN. Dia mengaku kecewa karena belum juga tersampaikan, proses penerimaannya dirasa janggal. “Kami kan tidak mengatakan kami akan datang berbondong-bondong, ini persoalan suara konstitusi yang sama, mau seorang, dua orang, lima orang, kalau Ibu Ketua PN mau menerima, ya enggak ada persoalan. Ini hal yang biasa dalam penyampaikan aspirasi, ada yang perlu diketahui lebih lanjut, update terakhirnya seperti apa,” tutur Dewi. Menurut Dewi, kehadirannya ke PN tidak lain terkait eksekusi tanah adat. Sebagai keluarga masyarakat adat, merasa dalam putusan PN Kuningan tentang eksekusi lahan tidak pernah dilibatkan. Dia pun ingin meluruskan bahwa tanah yang akan dieksekusi tersebut bukan lagi tanah sengketa waris. “Ini persoalan yang berupaya dipetakonflikkan seolah-olah ini konflik antar keluarga, padahal tidak seperti itu. Peradilan Negara itu harus melihat juga ada situasi masyarakat,” kata dia. Sementara itu, Humas PN Kuningan Andi Tayuni Santoso, dalam keterangan persnya menegaskan, secara pasti eksekusi lahan sengketa tersebut akan dilaksanakan Kamis lusa (24/8). Hal itu sudah ditetapkan PN. Dasar eksekusi sendiri yakni putusan Mahkamah Agung, yang di dalamnya ada pihak yang dikalahkan dan dimenangkan. Sehingga yang dimenangkan pastinya memohon eksekusi. “Termohon eksekusi sudah diberi tahu dan menurut informasi dari panitera sudah disiapkan tempat sementara untuk berteduh atau untuk tinggal, komunikasi langsungnya dengan kepaniteraan perdata. Kalau ada penolakan, eksekusi ini akan tetap dijalankan juru sita kita dengan pengawalan keamanan di bawah koordinasi ketua PN. Karena pemimpin eksekusinya ketua PN,” tegasnya. Terhadap objek yang akan dieksekusi, berdasarkan informasi dan dari gambar situasi tempat yang didapatnya, bukanlah tanah adat, melainkan dulunya satu hamparan lahan. Sehingga yang akan dieksekusi ini bukan cagar budaya, karena ada di bagian belakang. “Di sana ada bangunan milik termohon eksekusi, makanya pengosongan (eksekusi, red) itu besok akan dilakukan menggunakan alat berat. Pelaksanaan antara jam 07.00 WIB sampai selesai agar tidak mengganggu ketertiban umum. Kalau ada reaksi, akan tetap kita lakukan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung, karena bila tidak di mana keadilan yang akan ditegakkan,” tandas Andi. (muh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: