Menjalani Ramadan di Tengah Pandemi Covid-19, Tradisi Berbagi Bubur Harisa Terpaksa Dihentikan

Menjalani Ramadan di Tengah Pandemi Covid-19, Tradisi Berbagi Bubur Harisa Terpaksa Dihentikan

Ramadan bukan saja tentang puasa, tetapi juga waktu untuk berbuat baik kepada sesama. Umat muslim percaya kebaikan yang mereka lakukan di bulan ini akan diganjar pahala berkali-kali lipat. Tapi, di tengah pandemi Covid-19, aktivitas kini serba terbatas. Banyak kegiatan ditiadakan. Salah satunya memasak bubur harisa, tradisi turun temurun di wilayah Panjunan.

LAPORAN: AZIS MUHTAROM, CIREBON

BUBUR harisa selalu ada saat Ramadan. Dimasak oleh warga keturunan Arab di Jl Pekarungan, Kelurahan Panjunan, Kota Cirebon. Dibagikan untuk berbuka puasa bagi warga setempat. Juga untuk para musafir yang singgah di Masjid Wakaf Asy Syafii Bayasut.

Biasanya tiap sore atau selesai asar, mulai ramai. Siap-siap dibagikan. Tapi, tahun ini sepi.

Ya, di masa pandemi Covid-19 ini, sebuah tradisi yang telah berlangsung selama tiga generasi itu pun terpaksa dihentikan sementara. Harisa, bubur beras dengan komposisi bumbu dan toping ala timur tengah ini sudah ada dan dibuat turun temurun oleh keturunan Syekh Muhammad Islam Bayasut.

Abdullah bin Islam, salah satu cucu Syekh Muhammad Islam Bayasut, menjelaskan, bubur harisa tahun ini memang ditiadakan sementara. Kondisi serba terbatas saat ini membuat keluarganya memutuskan meniadakan sementara penyediaan bubur harisa.

Abdullah mengatakan, bubur ini biasa disajikan dengan rempah dan bumbu ala timur tengah dengan toping potongan daging kambing di atasnya. Dalam kondisi normal, bubur harisa biasa dibuat dalam ukuran besar, yang bisa dikonversi menjadi 100 porsi lebih bubur.

Selain menyajikan bubur, keturunan Syekh Muhammad Islam Bayasut juga menyajikan minuman khas kopi jahe dengan gula merah, sereh, dan bumbu-bumbu tradisonal lainnya.

“Yang mengawali sedekah bubur harisa ini adalah nenek saya Aisyah binti Islam. Kira-kira di tahun 1930-an. Karena mbah meninggal di tahun 1945,” ujar Abdullah, Jumat (24/4). Masjid Wakaf Syafii Bayasut sendiri didirikan oleh Syekh Muhammad Islam Bayasut sekitar tahun 1918.

Abdullah menceritakan, tahun lalu tradisi membuat dan menyodakohkan bubur harisa masih dilakukan sebulan penuh. Aktivitas tersebut dilakukan oleh keluarga kakaknya, dibantu 4 orang, di rumah tua peninggalan keluarga Syekh Muhammad.

Saat situasi normal seperti tahun lalu, keluarga mereka setiap hari belanja ke pasar. Mereka membeli daging kambing, kelapa, rempah, dan bumbu lain. Mulai pukul 09.00 diolah dan setelah asar sudah siap dibagikan kepada warga setempat maupun para musafir yang singgah dan berbuka puasa di Masjid Wakaf Asy SyafiI Bayasut.

Dia mengakui yang meminati pembagian bubur harisa bukan hanya warga di sekitar masjid itu saja. “Warga dari luar daerah dan perbatasan Kota Cirebon yang tahu adanya sedekah bubur ini sering datang,” ujarnya, seraya berharap situasi pandemi corona bisa segera berakhir, sehingga aktivitas memasak dan membagikan bubur harisa kembali berjalan.

Sementara itu, dalam beberapa literasi disebutkan tradisi menyediakan makan untuk berbuka puasa ini sudah dilakukan oleh Syech Muhammad Islam Bayasut sejak tahun 1918. Pemberian bubur harisa itu bermula ketika Syeh Muhammad Islam Bayasut prihatin karena sering melihat banyak musafir yang singgah ke wilayah Panjunan saat bulan Ramadan.

Tak jarang para musafir itu kelaparan karena kehabisan uang. Musafir itu biasanya datang dari wilayah Jakarta yang ingin bepergian ke arah Jawa Tengah atau sebaliknya. Sambil menunggu pemberangkatan kereta, mereka biasanya memenuhi masjid-masjid. Salah satunya di Masjid As Syafii Bayasut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: