“Jika penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi dilarang sama saja menghalangi hak publik mendapatkan informasi yang benar dan mendalam,” ujarnya.
Di sisi lainnya, lanjut Fikri, UU Penyiaran juga dapat berdampak pada pengguna media digital, seperti influencer yang kritis.
Pemerintah atau pihak tertentu bisa saja mengancam warganet yang menyiarkan konten bermuatan kritik dengan dalih mencemarkan nama baik.
Oleh karena itu, IJTI Cirebon Raya dan anggota AJI Kota Bandung di Cirebon menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak dan mendesak agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut;
BACA JUGA:KPU Lantik 200 PPK untuk Pilkada Serentak 2024
2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak, termasuk organisasi jurnalis, Dewan Pers, dan publik;
3. Mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers dan hak berpendapat warga di berbagai platform.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mohammad Luthfi mendukung petisi penolakan sejumlah jurnalis terkait RUU Penyiaran.
Bahkan, Luthfi juga menandatangani petisi penolakan itu dan akan menyampaikan aspirasi jurnalis ke DPR RI.
"Kami mendukung penghapusan pasal yang multitafsir di RUU Penyiaran. Kami juga mendukung independensi media," ungkapnya. (*)