Gedung Wanita Terus Membebani, Tidak Menghasilkan
KEJAKSAN - Pengamat kebijakan publik Watid Syahriar mengatakan, mestinya Pemkot Cirebon menyambut baik investor Singapura melirik Gedung Wanita. Tidak buru-buru menyampaikan itu sulit terwujud karena terbentur aturan sewa.
“Pemkot jangan kaku. Jangan terbatas aturan sewa kemudian berhenti. Ujung-ujungnya (Gedung Wanita) tidak dimanfaatkan lagi. Aset sebesar itu harus didayagunakan. Memang nanti rangkaianya panjang, tapi ini sebuah terobosan,” ujarnya, Selasa (25/10).
Menurutnya Gedung Wanita harus dikerjasamakan agar tidak terus membebani pemkot, bahkan bila perlu memberi nilai tambah. Saat ada investor asing, kerja sama dengan pemkot bisa dibangun. Serahkan dulu ke PD Pembangunan, kemudian PD dan investor membentuk perusahaan baru. Kepemilikan masing-masing pihak ditunjukan dalam bentuk saham.
“Nanti silakan dikelola, kan sudah jelas memberikan banyak efek, pendapatan daerah, tenaga kerja, ketimbang sekarang membebani APBD, minta pagar, minta itu, jadi beban negara terus. Ajak bicara dewan, beritahu tidak ada korupsi,” jelasnya.
Watid menilai Gedung Wanita sudah terlalu lama dibiarkan menganggur. Sangat disayangkan apabila itu terjadi karena dianggapnya bantuan selama ini untuk menata didapat dari APBD provinsi, bukan dari kota. Bukan tidak mungkin memiliki nasib akhir yang sama seperti kapal DKP3 yang terbakar.
“Dari pada nanti nasibnya seperti kapal. Apa perlu kebakaran dulu? Baru diperhatikan. Lihat saja genteng dan asbesnya sekarang sudah mulai habis.
Sebelumnya Kasubbag Pengelolaan dan Pengendalian Aset Pemkot, Lolok Tiviyanto mengaku pernah mendengar ada investor yang tertarik untuk mengambil alih gedung wanita, termasuk menjadikan lokasi itu sebagai Hotel.
Hanya saja, jika memang ingin dibuat hotel, yang menjadi persoalan adalah pihak investor tidak akan mau jika ngontrak lahan hanya 5 tahun, karena minimal 20 tahun. (hen)