Jumlah Anak Meninggal Gagal Ginjal Akut Sudah 143, Ternyata BPOM Tidak Cek EG dan DEG Obat Sirup
Jumlah pasien anak meninggal dunia karena gagal ginjal akut telah mencapai 143.-Ilustrasi/Dzulham Fadoli-radarcirebon.com
Radarcirebon.com, JAKARTA - Jumlah korban anak yang meninggal dunia, karena gagal ginjal akut sudah mencapai 143, atau 56 persen terhitung, Rabu, 26, Oktober 2022.
Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan, jumlah anak yang meninggal dunia karena kasus gagal ginjal akut telah mencapai 143 dari total kasus 251.
Kendati jumlah kasus anak meninggal dunia karena gagal ginjal akut cukup banyak, Kemenkes menyebut bahwa sejak 22, Oktober 2022, tidak ada lagi penambahan kasus.
Jumlah 251 kasus tersebut tersebar di 26 provinsi, dengan 80 persen pasien berada di Jakarta. Sedangkan tingkat kematian mencapai 56 persen.
BACA JUGA:Diduga Tersengat Listrik Saat Hujan Lebat Guyur Kota Cirebon, Pemuda di Perumnas Meninggal Dunia
Meski ada tambahan jumlah pasien anak sebanyak 6 orang dan meninggal 2, tetapi hal tersebut bukan merupakan kasus baru. Melainkan data lama yang baru dilaporkan.
Juri Bicara Kemenkes, dr M Syahril menjelaskan bahwa kasus gagal ginjal akut progresif atipikal mulai terdeteksi pada Agustus 2022. Kemudian Kemenkes melakukan penelusuran usai terjadi lonjakan sebanyak 35 pasien.
“Kasus GGA terjadi setiap tahunnya. Namun demikian, jumlahnya kecil hanya 1-2 kasus setiap bulan. Kasus GGA baru menjadi perhatian pemerintah setelah terjadi lonjakan pada bulan Agustus dengan jumlah kasus lebih dari 35 kasus," kata dr Syahril, dalam keterangan resmi Kemenkes.
Mengapa baru kali ini terjadi lonjakan? Pemerintah menduga akibat adanya cemaran senyawa kimia pada obat tertentu yang saat ini sebagian sudah teridentifikasi.
BACA JUGA:Tegas Banget Ini! Terbukti Anggotanya Terima Setoran dari Pungli, Kapolri: Saya Tangkap
Kementerian Kesehatan bergerak cepat disamping melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi, terus melakukan penelitian untuk mencari sebab sebab terjadinya GGA.
Diantaranya sudah menyingkirkan kasus yang disebabkan infeksi, dehidrasi berat, oleh perdarahan berat termasuk keracunan makanan minuman.
Dan dengan upaya itu Kemenkes bersama IDAI dan profesi terkait telah menjurus kepada salah satu penyebab yaitu adanya keracunan atau intoksikasi obat.
“Jadi kasus GGA bukan disebabkan oleh COVID-19, vaksinasi COVID-19 atau imunisasi rutin,” kata dr Syahril.
BACA JUGA:Nikita Mirzani Resmi Ditahan atas Kasus Pencemaran Nama Baik: Kalian Pikir Saya Sebagai Penjahat!
BACA JUGA:Meriahnya Ajang Shell bLU cRU Yamaha Endurance Festival, Rangkul Para Pecinta bLU cRU
Selain upaya pencegahan, Kemenkes juga telah mendatangkan antidotum Fomepizol sebagai panawar GGA.
“Pemerintah sudah mendatangkan obat antidotum Fomepizol dari Singapura sebanyak 26 vial dan dari Australia sebanyak 16 vial. Selanjutnya akan mendatangkan ratusan vial dari Jepang dan Amerika Serikat. Penawar ini akan segera didistribusikan ke RS rujukan pemerintah dan obat ini gratis.” Jelas dr. Syahril
Dari hasil pemberian obat Fomepizol di RSCM, 10 dari 11 pasien terus mengalami perbaikan klinis. Tidak ada kematian dan tidak ada perburukan lebih lanjut.
Anak sudah mulai dapat mengeluarkan air seni (BAK). Dari hasil pemeriksaan laboratorium, kadar etilen glikol (EG) dari 10 anak tersebut sudah tidak terdeteksi zat berbahaya tersebut.
BACA JUGA:Ridwan Kamil Ikuti Historical Walk Konferensi Internasional MPR
BACA JUGA:Peringati HSN 2022, KBNU Astanajapura Gelar Pertunjukkan Silat Pagar Nusa
Sebagai tindak lanjut hasil pengujian dan pengumuman oleh BPOM, maka Kemenkes telah mengeluarkan surat edaran untuk dapat digunakan kembali obat-obatan sejumlah 156 sesuai Kepmenkes Nomor HK.02.02/III/3515/2022 tentang Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/Sirop Pada Anak tertanggal 24 Oktober 2022.
Obat-obatan di luar 156 obat tersebut untuk sementara tetap dilarang digunakan sampai dengan pengumuman pemerintah lebih lanjut.
Sementara itu, terkait pemeriksaan etilen glikol dan dietilen glikol, Kepala BPOM, Penny K Lukito mengungkapkan, tidak melakukan pemeriksaan rutin terhadap adanya cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirop.
Penny menyebut hal itu terjadi lantaran menurutnya hingga saat ini, belum ada pakem internasional yang mengharuskan dan mengatur soal pemeriksaan kedua senyawa itu dalam komponen pembuatan obat.
BACA JUGA:Wajib Tahu! 70 Persen Sumber Air Minum Rumah Tangga Tercemar Tinja, Inilah yang Perlu Diperhatikan
BACA JUGA:Bupati Cirebon Resmi Tutup Rangkaian Kegiatan BSMSS Tahun 2022 di Desa Japurabakti
"Itulah kenapa kita tidak pernah menguji karena memang belum dilakukan di dunia internasional pun. Inilah standar yang harus kita kembangkan sekarang sehingga menjadi," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: