Di Balik Tidak Lazimnya Syekh Panji Gumilang, Ini Sifat dan Tindakannya
Di balik tidak lazimnya tindakan Syekh Panji Gumilang di Al Zaytun-Mahad Al Zaytun-radarcirebon.com
BACA JUGA:Berprestasi, Tiga Personel Polres Majalengka Terima Penghargaan
Hal tersebut terjadi sekitar tahun 1952-1953, dimana pemerintah sedang gencar memberantas buta huruf kepada warga.
Melalui perintah ayahnya, Panji Gumilang yang saat itu masih kelas 1 SR, sudah mampu mengajar kepada orang yang lebih dewasa untuk memberantas buta huruf.
Sejak saat itulah, timbul cita-cita kuat pada diri Panji Gumilang untuk menjadi guru, bukan menjadi kepala desa seperti permintaan ayahnya.
Pagi hari, dirinya pergi sekolah dan belajar. Malam harinya mengajar orang yang buta huruf, sekaligus mengulang pelajaran yang diterima di sekolahnya.
BACA JUGA:Denpom Cirebon Buru Anggota TNI Nakal hingga ke Tempat Hiburan Malam, Ini yang Didapat
Suasana belajar dan mengajar itu membuatnya sangat senang. Jika dirinya mendapat nilai 10 atau 9, ia langsung menempelkannya di pipi dan lapor pada orang tuanya.
“Pak, ini 9!” kata Panji Gumilang mengenang.
Keberhasilan membuat orang yang tadinya buta huruf jadi melek baca tulis, menambah kesenangan hati dalam diri Panji Gumilang sebagai pengajar.
Setamat sekolah SR, dirinya memutuskan untuk melanjutkan sekolah, tetapi harus keluar jauh dari tempat tinggalnya sekarang.
BACA JUGA:Luar Biasa! Produk Olahan Petani Milenial Jawa Barat Mendunia
Tepatnya pada tahun 1961 ia pun melanjutkan sekolahnya ke Pondok Pesantren Gontor.
Selama enam tahun di Gontor, dirinya banyak mendapatkan ilmu dan cara mendidik santri yang hebat.
Namun, ketatnya penerapan disiplin dalam mengajar, membuatnya tidak setuju dengan apa yang diterapkan di Gontor.
Tindakan pemukulan atau mencukur rambut dalam penerapan disiplin kepada santri yang melanggar, disebutnya tidak akan diterapkan jika dirinya memiliki sekolah suatu saat nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: