Pemerintah Evakuasi WNI di Mesir

Pemerintah Evakuasi WNI di Mesir

JAKARTA - Evakuasi besar bakal dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Mesir. Makin memanasnya situasi politik di Negeri Piramida itu menyusul demontrasi yang menuntut mundurnya Presiden Hosni Mubarak, menjadi alasan pemulangan lebih dari 6000 WNI tersebut. Keputusan tersebut diambil setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat terbatas di Kantor Presiden, kemarin (31/1). Ratas diikuti antara lain oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mensesneg Sudi Silalahi, Menlu Marty Natalegawa, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menkeu Agus Martowardojo, Mendiknas M. Nuh, dan Panglima TNI Agus Suhartono. Selain melakukan evakuasi udara untuk kembali ke tanah air, pemerintah juga memberikan pengamanan, penyelamatan, bantuan logistik bagi WNI di Mesir. “Pemerintah telah membentuk satuan tugas yang dipimpin oleh saudara Hassan Wirajuda (anggota Wantimpres, red),” kata SBY dalam keterangannya usai memimpin ratas. Penunjukan Hasan tersebut didasari atas pengalaman mantan Menlu itu yang pernah bertugas di Mesir. SBY juga menunjuk Wakil KSAU Marsekal Madya Sukirno sebagai wakilnya untuk tugas evakuasi tersebut. Proses evakuasi dilakukan dengan menggunakan pesawat angkut, dari maskapai Garuda Indonesia maupun non-Garuda. “Kalau perlu malam ini (tadi malam, red) berangkat ke Kairo,” kata SBY. Bekal logistik juga disiapkan oleh pemerintah dalam evakuasi itu. SBY menuturkan, pelaksanaan misi tersebut menggunakan ke­ua­ng­an dari negara. “Satgas ini bertanggungjawab kepada Presiden dan menteri terkait wajib melaporkan supervisinya,” kata SBY. Data kementerian luar negeri menunjukkan, saat ini terdapat 6149 WNI berada di Mesir. Mereka di antaranya terdiri 4297 mahasiswa dan pelajar dan 1002 TKI. Sisanya merupakan WNI yang memang berdomisili di Mesir, termasuk staf Kedutaan Besar RI di Mesir dan keluarganya. Menlu Marty Natalegawa me­nambahkan, pihaknya sebelumnya sudah menyiapkan rencana pe­nyelamatan. Pesawat dan personel yang akan melakukan evakuasi itu juga sudah disiapkan. “Sekarang yang harus diperoleh adalah flight clearance atau izin pendaratan dari Kairo,” tuturnya usai mengikuti ratas. Kepala Seksi Direktorat Timur Tengah Bambang Purwanto sambil menunggu kedatangan tim dari Indonesia, pihak KBRI Kairo sudah melakukan persiapan-persiapan. Diantaranya, dengan mendirikan 20 posko evakuasi dan tiga titik safe house. Posko evakuasi itu disebar di seluruh Mesir. Sementara untuk safe house itu berada di KBRI Kairo, di sekitar Universitas Al-Azhar, dan di kawasan Nasser City. Pihak Kemenlu berharap para WNI bisa menuju ke tiga safe house itu. “Tapi harus dengan pertimbangan keamanan,” jelas Bambang. Sementara di posko darurat di Kemenlu, Bambang mengatakan menerima ratusan telepon dari warga yang memiliki anggota keluarga di Mesir. Baik itu yang sedang bekerja maupun belajar. Dalam telepon tersebut, rata-rata menanyakan kondisi keluarga yang ada di Mesir. “Selama ini masih aman. Belum ada laporan yang negatif,” jelas Bambang. Beberapa warga yang menelpon juga berharap, pihak Kemenlu segera melakukan proses evakuasi. Mengingat, negara-negara lain sudah lebih dahulu melakukan proses evakuasi. Menurut kete­rangan dari pihak Kemenlu, proses evakuasi ini akan dilakukan langsung memulangkan WNI dari Mesir ke Indonesia. Tidak transit ke negara tetangga Mesir yang lebih aman. Sementara itu, Bambang mengatakan Kemenlu belum bisa memastikan up date kondisi 370 wisatawan Indonesia yang sudah terlanjut tiba di Kairo. “Informasi terakhir mereka masih di airport,” jelas dia. Bambang menjelaskan, komunikasi telepon antara RI dengan Mesir sudah tersambung, meskipun sangat sulit. Di tempat terpisah, Wakil Mendiknas Fasli Jalan terus mengevaluasi rencana pengiriman pelajar ke Kairo, Mesir. Dia menjelaskan, setiap tahun catatan pelajaran yang terbang ke Kairo untuk belajar cukup tinggi. Jumlahnya mencapai ratusan orang. Jumlah tersebut berasal dari pelajar yang memperoleh beasiswa dari Kemendiknas maupun langsung dari pihak universitas di Kairo, maupun pelajar yang berangkat dengan biaya mandiri. Fasli menjelaskan, kericuhan di Kairo saat ini bukan bertepatan dengan tahun ajaran baru. Sehingga, dia memprediksi kecil kemungkinan saat ini ada pelajar atau calon pelajar Indonesia yang ingin terbang ke Mesir. Sementara untuk kepastian mengirim pelajar pada tahun ajaran depan, yang tinggal sekitar empat bulan, pihak Kemendiknas belum bisa menentukan sikap. “Kita lihat dulu nanti perkembangannya seperti apa,” pungkas Fasli. Evakuasi Libatkan Tiga Maskapai Sementara itu, perintah Pre­si­­den agar WNI di Mesir se­ge­­r­a dievakuasi langsung di­tin­daklanjuti oleh Menteri Per­hubungan, Freddy Numberi. Ke­menterian Perhubungan telah mengkoordinasikan penyiapan pesawat boeing 747-400 milik maskapai Garuda Indonesia dan maskapai Lion Air untuk mengangkut para WNI.”Pesawat akan diberangkatkan malam ini,” ujar Kepala Komunikasi Publik Kemenhub, Bambang S Ervan tadi malam. Sementara maskapai nasional lain yang turut ditugaskan untuk mengevakuasi adalah Batavia Air yang menggunakan jenis pesawat Airbus A 320. Ketiga maskapai tersebut akan mengerahkan pesawatnya untuk mengevakuasi seluruh WNI yang berada di Mesir yang jumlahnya sekitar 6000 orang. “Apabila proses evakuasi ini masih berlanjut sampai tanggal 11 Februari, maka Batavia Air akan menggunakan pesawat jenis lainnya yang mempunyai kemampuan angkut lebih besar yaitu Airbus A-330,” jelasnya “Terkait biaya untuk melibatkan tiga maskapai tersebut, Bambang mengaku belum tahu dari mana sumbernya. Namun demikian, pihaknya memperkirakan itu akan ditanggung oleh negara.”Ini kan keadaan darurat, yang penting kita sediakan dulu angkutan bagi mereka agar bisa segera keluar dari negara itu. Tim yang dipimpin Menlu masih rapat malam ini, kemungkinan biayanya akan ditanggung oleh negara,” jelasnya. Tidak Perlu Evakuasi WNI dari Mesir Pemulangan lebih dari enam ribu WNI di Mesir dianggap belum mendesak. Koordinasi dari pihak KBRI untuk mendampingi WNI dianggap tidak menemui kesulitan. “Mereka (WNI) diarahkan untuk tidak masuk ke titik-titik konflik dan ini sebagai pembelajaran politik. Tidak terlalu urgen untuk dikeluarkan dari Mesir, kecuali eskalasinya meningkat,” tegas Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Senin (31/1). Mayoritas WNI di Mesir adalah para pelajar dan, menurutnya, wilayah kampus di Mesir saat ini masih dianggap area yang aman. Ditambahkan Mahfudz, proses demokratisasi di Timur Tengah dan Mesir menarik untuk diteropong masyarakat Indonesia. Perubahan lahir dari benih demokratisasi yang sudah lama ada, tertahan dan tersumbat oleh rezim yang ditopang militer dan polisi. “Ini titik kulminasi yang melihat ada momentum dan ini pemicunya Tunisia. Ini juga terilhami di Turki. Ada proses damai tampilnya kekuatan Islam moderat kemudian. Memudahkan proses penerimaan internasional dan mengarah ke sana,” terangnya. Untuk mengakhiri krisis di Mesir, Mahfudz menilai bisa mengikuti langkah Indonesia saat Reformasi 1998, yakni dengan melakukan transisi damai.  “Pemilu jurdil yang dipercepat bisa menjadi solusi. Dengan dibentuknya pemerintahan transisional terlebih dahulu. Langkah ini bisa hindari dendam dan konflik politik berkepanjangan,” kata Mahfudz. Jika terjadi (transisi damai, red), lanjut politisi PKS ini, maka Mesir akan menjadi model bagus untuk demokratisasi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. (fal/wan/wir/ ald/sud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: