Foto Langka Harimau Jawa Dipublikasikan, Rentetan Bukti Keberadaan sang “Penguasa” Jawa

Foto Langka Harimau Jawa Dipublikasikan, Rentetan Bukti Keberadaan sang “Penguasa” Jawa

Harimau Jawa telah dinyatakan punah pada tahun 1976. Namun, bukti-bukti yang dikumpulkan para peneliti menunjukkan sebuah harapan; satwa khas Pulau Jawa ini masih eksis.

LAPORAN: YUDA SANJAYA, Cirebon

HARIMAU Jawa terakhir diyakini ada di Taman Nasional Meru Betiri pada 1976. Dalam periode sama, International Union of Conservation for Nature (IUCN) menaikkan status Harimau Jawa, dari \"Sangat Rentan\" (Critically Endangered) ke \"Punah\" (Extinct). Harimau Jawa menyusul Harimau Bali yang dinyatakan punah pada 1937.

Namun, label itu tak menyurutkan penelusuran tanpa lelah dilakukan peneliti Peduli Karnivora Jawa (PKJ), Didik Raharyono. Dia memulainya tahun 1997 di Meru Betiri, Jawa Timur. Sejak itu, hidupnya ia abdikan dalam pencarian Harimau Jawa di berbagai pelosok Pulau Jawa.

Radar Cirebon pernah mengikuti ekspedisi bersama Didik di tahun 2010-2011. Untuk turut serta mengumpulkan bukti-bukti keberadaan simbah, sebutan masyarakat lokal pada Harimau Jawa.

Animal Planet bahkan pernah melakukan penelusuran serupa di acara Extinct or Alive pada tahun 2018. Sebuah upaya pencarian dengan peralatan canggih, yang di dalamnya juga melibatkan Didik.

Sepanjang 2017 hingga kini, peneliti yang tinggal di Kota Cirebon itu telah mengumpulkan banyak bukti. Sampel feces, bekas cakar di pohon, hingga potongan kulit dan spesimen lainnya. Namun, itu semua tidak dianggap sebagai penguat temuan bahwa Harimau Jawa masih ada.

Upaya swadaya juga ia lakukan dengan membentuk kesadaran masyarakat di sekitar hutan yang masih kerap berjumpa dengan simbah. Edukasi itu pun membuahkan hasil. Lewat jasa pemburu babi hutan, sebuah foto berhasil dia dapatkan.

Foto itu pun ditunjukkan kepada Radar Cirebon. Proses mendapatkannya pun tak mudah. Meski kerap berjumpa dengan Harimau Jawa, para pemburu babi hutan ini seringkali tidak berdaya mengabadikan dalam bentuk foto.

“Saya pernah meneliti merah di daerah itu. Di lokasi yang sama. Kata penduduk harimau sering lewat situ,” kata alumnus Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada itu, merahasiakan lokasi yang dimaksud. Tujuannya tentu saja menghindari upaya perburuan.

Mengingat setelah status punah disematkan, Didik menemukan bukti satwa ini terus diburu. Bahkan spesimen kulit, taring dan kuku, dia dapatkan dari tubuh harimau yang dibunuh dalam rentang waktu 10 tahun terakhir.

Soal foto yang didapatkannya, Didik mendapatkan tahun 2018. Foto itu didapatkan oleh pemburu babi hutan secara tidak sengaja.

“Mereka lagi nyanggong babi hutan yang biasanya berkubang di aliran anak sungai yang sudah mulai mengering. Kejadiannya di sekitaran bulan September 2018,” tuturnya.

Kedua pemburu itu memanjat pohon yang telah dibuatkan palang kayu untuk duduk. Setelah beberapa jam menunggu, sekitar 15.30 WIB, mereka mendengar ada suara hewan yang berjalan menembus semak. Tetapi tidak seperti babi hutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: