INDRAMAYU, RADARCIREBON.COM – Saksi hidup anggota tim peneliti Mahad Al Zaytun yang ditugaskan oleh Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama/Kemenag), Dr Fuaduddin angkat bicara soal temuan yang ditapatkan di tahun 2002.
Setelah berselang 21 tahun lamanya, Fuaduddin kembali ke Mahad Al Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu.
Di Pondok Pesantren Al Zaytun, Fuaduddin pernah tinggal selama hampir 7 bulan untuk melakukan penelitian apakah lembaga pendidikan yang dipimpin Syekh Panji Gumilang tersebut sesat atau tidak.
“Ya Allah, Al Zaytun (kata orang) pesantren sesat. Di mana sesatnya? Dulu Litbang melakukan penelitian dari September sampai Maret 2002,” kata Fuaduddin.
Selama tinggal di Al Zaytun, dirinya tidak menemukan hal yang aneh baik dari sisi kurikulum hingga akidah.
Mengenai hal yang disebut-sebut tersembunyi, juga tidak dapat diketemukan. “Tidak diketemukan yang dikatakan sesat. Ada laporannya itu,” tegasnya.
Karenanya, Fuaduddin menyarankan agar Al Zaytun membuat Jurnal Pesantren agar keilmuannya dapat dituangkan secara sains.
“Insya Allah mudah-mudahan, maju selangkah kita. Mengkomunikasikan Al Zaytun secara sains. Ide yang patut dipertimbangkan,” katanya.
Jurnal itu, saran Fuaduddin, kegiatannya harus scientific research yang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga tidak gampang disesatkan oleh orang.
“Gara-gara orang salat saja, dianggap sesat. Disebut pesantren sesat. Di mana sesatnya?” tandas Fuaduddin mempertanyakan persepsi masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, pemimpin Mahad Al Zaytun, Syekh Panji Gumilang menceritakan bagaimana tim tersebut melakukan penelitian.
Bahkan sampai kamar dirinya dan sang istri yang pada waktu itu belum memiliki rumah, ‘diobrak-abrik’ oleh tim peneliti untuk membuktikan bahwa benar-benar tidak ada yang disembunyikan.
BACA JUGA:Pindah ke Partai Gerindra, Dedi Mulyadi:Saya Dukung Prabowo Capres 2024