“Beliau ini saksi utama peneliti dari Departemen Agama. Pada tahun 2002. Beliau meneliti selama kurang sedikit dari 7 bulan. Tiap hari,” ujarnya.
Saking serius penelitian itu, Syekh Al Zaytun bercerita, bahwa dirinya sempat nyaris berselisih. Bahkan hampir saja dimaki-maki.
“Sampai hari Ahad pun beliau meneliti. Sampai hampir dimaki-maki oleh syekh. Ini peneliti kurang asem ini. Sudah 7 bulan, Hari Ahad pun kami libur, nggak mau libur,” ungkapnya.
Akhirnya syekh memahami maksud dari tim peneliti yang tidak mengenal hari libur itu. Rupanya mereka ingin benar-benar memastikan bahwa tidak ada aktivitas tersembunyi di Al Zaytun.
“Karena ingin mendapatkan sesuatu yang katanya disembunyikan. Lama debat itu. Sampai pegang leher. Cari, kalau sampai menemukan yang katanya disembunyikan saya kasih hadiah sepatu bally,” bebernya.
Tim tersebut baru selesai meneliti di Bulan Maret 2002 dan laporannya disampaikan kepada Departemen Agama (Depag).
“Setelah itu, beliau dan rombongan membuat laporan. Hanya kami tidak dapat laporan sampai sekarang. Kalau tidak mencari sendiri,” katanya.
Sayangnya, sambung syekh, banyak dari anggota tim peneliti tersebut yang sekarang sudah berkurang. Karenanya, keberadaan Dr Fuaduddin menjadi sangat penting, karena bagian dari saksi hidup.
“Kawan-kawannya sudah banyak yang tidak ada lagi. Silakan tanya sedalam-dalamnya, barangkali ada yang disembunyikan. Inilah saksi hidup meneliti,” tuturnya.
Salah satu yang membuat syekh sampai terheran-heran adalah ketika mereka sampai masuk ke kamar pribadinya bersama sang istri.
Pada waktu itu, Syekh Panji Gumilang mengaku, belum punya rumah. Sehingga harus tinggal di salah satu ruangan yang dijadikan kamar.
“Sampai tempat kami, kan belum punya rumah. Ngambil satu kamar bersama umi. Itu diteliti. Sampai saya bilang, ente ini gimana? Sampai kamar tidur saja diteliti,” kata syekh mengenang momen itu.
Tetapi, karena penelitian tersebut memang penting dan konsekuen dilakukan, dirinya akhirnya mengerti dan memberikan akses seluas-luasnya kepada tim peneliti.