Tanam Paksa di Cirebon, Saat Pribumi Dijajah di Perkebunan Tebu

Tanam Paksa di Cirebon, Saat Pribumi Dijajah di Perkebunan Tebu

Tanam paksa saat diberlakukan VOC di Indonesia termasuk Cirebon.-KITLV-radarcirebon.com

BACA JUGA:LPSK Siap Kawal Bharada E Saat Pelaksanaan Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J

Menurut mereka, perkembangan industri gula sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman pangan dan kehidupan petani di daerah tersebut.

“Perluasan tanaman tebu menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan lahan untuk produksi padi yang menimbulkan pelbagai konflik sosial antara pabrik gula dan petani setempat,” tulisnya.

Tekanan-tekanan orang Eropa, baik lewat tanam paksa maupun liberalisasi penggarapan lahan, membuat petani di Jawa, seperti ditulis Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia (1983), semakin terjepit. Mereka mencoba bertahan dengan apa yang ia sebut sebagai “membagi kemiskinan”.

Dalam sejarah Indonesia, nama Ernest François Eugène Douwes Dekker—belakangan dikenal sebagai Danudirdja Setiabudi—tentu tak asing.

BACA JUGA:Angka Positif Covid-19 Terus Meningkat, IDI: PTM Harus Dipantau

Ia adalah cucu-keponakan Eduard Douwes Dekker alias Multatuli yang menulis novel penggugat tanam paksa, Max Havelaar (1860).

Masa Tanam Paksa bagi masyarakat Jawa, terutama Cirebon merupakan masa yang paling pahit sepanjang sejarah.

Penderitaan rakyat yang tak terperikan itu akibat diberlakukannya tanam paksa (culturestelsel). Rakyat dipaksa menanam kopi, teh, tebu untuk komoditas ekspor ke Eropa.

Ketika Cirebon berada di bawah pengaruh kekuasaan kompeni mulai tahun 1681,stratifikasi social penduduk pribumi di daerah itu tidak mengalami perubahan.

BACA JUGA:Manchester United Menang 1-0 di Kandang Southampton, Casamiro Sukses Lakukan Debut

Dari segi strata (tingkatan) status sosialnya, penduduk pribumi Cirebon waktu itu secara garis besar tetap terbagi atas golongan bangsawan tinggi (sultan beserta keluarganya), golongan bangsawan menengah (para pejabat bawahan sultan,ulama dan saudagar), dan rakyat.

Di antara mereka, seperti dicatat dalam Cirebon dalam Lima Zaman (2011), terdapat sejumlah orang asing, khususnya Arab dan China yang telah menjadi penduduk Cirebon.

Setelah kompeni menanamkan kekuasaaanya di Cirebon, terjadi perubahan dalam kehidupan ekonomi perdagangan, menjadi terpuruk akibat tindakan kompeni berupa monopoli perdagangan berbagai jenis komoditas.

Melalui perjanjian dengan para sultan, kompeni memeroleh hak monopoli ekspor beras, lada, kayu, gula dan produk-produk lain yang dikehendaki oleh VOC, dan bebas dari pajak impor-ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: