Bahaya! Rokok Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Karena Mengganggu Kesehatan

Bahaya! Rokok Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Karena Mengganggu Kesehatan

Kurangi resiko kanker dengan berhenti merokok.Ilustrasi foto:-Martin Büdenbender-Pixabay

JAKARTA, RADARCIREBON.COM – Patut menjadi perhatian bersama, dalam 10 tahun terakhir, prevalensi perokok anak di Indonesia terus meningkat.

"Bappenas memprediksi bahwa pada 2030, perokok anak bisa mencapai 15,9 juta orang," kata Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari, Rabu 5 Juli 2023.

BACA JUGA:WOOW! Panji Gumilang Miliki 256 Rekening, PPATK Turun Gunung

Kemudian, data lainnya menyebutkan, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan 2018, terjadi kenaikan prevalensi perokok.

Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa terjadi pula kenaikan prevalensi perokok anak yang berusia 13 hingga 15 tahun.

BACA JUGA:Hore! Persib Bandung Berhak Mengelola Stadion GBLA Hingga 30 Tahun Mendatang

Terdapat sebesar 18,3 persen perokok anak di tahun 2014 dan meningkat menjadi sebesar 19,2 persen di tahun 2019.

Perlu diketahui, rokok merupakan bentuk kekerasan terhadap anak karena mengganggu kesehatan anak.

Lisda Sundari menambahkan, permasalahan rokok ini merupakan masalah serius yang harus ditangani karena berdampak negatif pada kesehatan, kualitas SDM, dan perekonomian negara.

BACA JUGA:Bareskrim Polri Naikkan Status Proses Hukum Panji Gumilang dari Penyelidikan Menjadi Penyidikan

"Ini masalah serius di masa mendatang, mengingat rokok bersifat adiktif dan faktor resiko penyakit tidak menular, juga akan menjadi beban ekonomi sehingga akan mengancam kualitas SDM," ujarnya.

Lisa menyebut, maraknya iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan penyebab jumlah anak merokok meningkat.

BACA JUGA:Rudi Voller Calon Dirtek Timnas Indonesia, Benarkah?

Survei terbaru Lentera Anak pada 2021 kepada 180 responden usia 10-19 tahun yang pernah atau aktif merokok dengan wawancara langsung kepada anak.

"Dari hasil itu, menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden percaya iklan rokok mempengaruhi konsumsi merokok anak," terangnya

Plt. Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Anggin Nuzula Rahma mengatakan, keberadaan rokok menjadi ancaman bagi bonus demografi Indonesia di tahun 2045.

BACA JUGA:Komplotan Curanmor Diamankan Satreskrim Polres Ciko, Satu Pelaku Warga Majalengka DPO

"Rokok menjadi ancaman bonus demografi, karena berbicara SDM yang berkualitas dan unggul, ini tentunya anak-anak harus sehat, harus dimulai dari fisik maupun mentalnya," kata Anggin Nuzula Rahma.

Selain mengancam kualitas SDM terkait bonus demografi, rokok juga berdampak negatif dalam pembangunan nasional.

"Banyak sekali anggaran yang digunakan atau dikeluarkan untuk rokok," ujarnya.

BACA JUGA:Pekerjaan Seksi 4B Masih Berat, Tol Cisumdawu Selesai Kapan?

Pemerintah memiliki dua strategi kebijakan untuk mengendalikan produk tembakau. Strategi tersebut yaitu kebijakan fiskal melalui kenaikan cukai rokok dan kebijakan non fiscal, seperti melarang TAPS (Tobacco Advertising, Promotion and Sponsorship), implementasi KTR (Kawasan Tanpa Asap Rokok), memperbesar gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok, dan membatasi penjualan rokok.

Pemerintah juga melakukan penguatan regulasi untuk mengurangi prevalensi perokok.

Penguatan regulasi tersebut melalui upaya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012, mendorong komitmen pemerintah daerah untuk menerapkan KTR, menyediakan layanan UBM (Upaya Berhenti Merokok), meningkatkan literasi kesehatan pada peserta didik dengan menyediakan 138 bahan ajar dan 22 materi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase