Kenapa Makam Sultan Cirebon Ada di Pesarean Giri Laya Imogiri Bantul Bersama Raja-raja Mataram? Ini Jawabannya

Kenapa Makam Sultan Cirebon Ada di Pesarean Giri Laya Imogiri Bantul Bersama Raja-raja Mataram? Ini Jawabannya

Makam Sultan Cirebon di Pesarean Giri Laya, Imogiri, Kabupaten Bantul, Jogjakarta.-Teddy Fandha-radarcirebon.com

BACA JUGA:Apakah Tol Cisumdawu Cukup untuk Menghidupkan Bandara Kertajati? Pengamat Merasa Tidak Yakin, Siap-siap Merugi

“Undangan yang awalnya dikira karena rasa kangen, ternyata berubah menjadi tahanan terhormat,” bebernya.

Karena ditahan dan tidak boleh pulang, Panembahan Giri Laya selama kurang lebih 12 tahun, tidak bisa kembali ke Cirebon termasuk 2 orang putranya.

Sampai sekitar tahun 1662 Panembahan Giri Laya Wafat dan dikebumikan di Astana Giri Laya yang berada dekat Imogiri. Sekarang lokasinya masuk wilayah Kabupaten Bantul.

"Jadi itu Raja Cirebon yang dimakamkan di Jogjakarta," kata Farihin, mengenai alasan mengapa ada sultan Cirebon yang dikebumikan di wilayah Mataram tersebut.

BACA JUGA:Jurus Jitu Menhub Antisipasi Pemindahan Penerbangan dari Husein Sastranegara ke Bandara Kertajati Gagal Lagi

Ketika Mataram diserang oleh Trunojoyo dari Madura, Kareng Galesong anak dari Sultan Hasanuddin Makassar, kedua putera mahkota diselamatkan Trunojoyo pada tahun 1677.

Karena penyerangan itu, Amangkurat pun terusir keluar dari Jogjakarta dan wafat di Tegalwangi dan disebut sebagai Sunan Tegalwangi.

Sedangkan dua orang Putera Mahkota Cirebon dibawa Trunojoyo. Sebelum akhirnya dibebaskan oleh Pangeran Wangsakerta, adik dari Martawijaya dan Kartawijaya.

“Waktu itu, Pangeran Wangsakerta meminta bantuan kepada Sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan kerabat dari Cirebon,” jelasnya.

BACA JUGA:Monique Rijkers Kesal Panji Gumilang Jadi Tersangka: Sebuah Kemunduran pada Usia 78 Tahun Indonesia

Setelah pembebasan itu, kemudian diambilah sebuah keputusan bijak untuk memberikan tahta kepada Martawijaya dan Kartawijaya. Tujuannya tidak lepas dari menghindari konflik antar kakak beradik tersebut.

Farihin mengungkapkan, ada satu versi yang tidak banyak diketahui publik. Yakni, ibu dari Sultan Anom yakni Kartawijaya dan Martawijaya ternyata berbeda.

Ibu dari Sultan Kanoman berasal dari Banten. Sedangkan ibu dari Martawijaya berasal dari Mataram. Meski versi yang lain menyebutkan sama-sama dari satu ibu. "Kami punya referensi yang berbeda," tuturnya.

Makanya, Sultan Ageng Tirtayasa menghendaki bahwa putera mahkota yang menjadi raja adalah Kartawijaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: kisah tanah jawa