Pemilu 2024, Bareskrim Polri: Pelanggaran Pidana Mencapai 322 Laporan

Pemilu 2024, Bareskrim Polri: Pelanggaran Pidana Mencapai 322 Laporan

Markas Bareskrim Polri.-Ist-radarcirebon.com

JAKARTA, RADARCIREBON.COM – Sepanjang proses Pemilu 2024 ini, Bareskrim Polri mencatat, temuan pelanggaran pidana sudah mencapai 322 laporan.

Hal tersebut disampaikan oleh Dirtipidum Bareskrim Polri, Djuhandhani Rahardjo Puro saat konferensi pers di Media Center Bawaslu RI, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 27 Februari 2024.

Dihadapan wartawan, dia menjelaskan bahwa angka tersebut menurun drastis dari pemilu sebelumnya di mana terdapat 849 perkara meliputi laporan dan temuan.

BACA JUGA:Begini Cara Dinsos Kota Cirebon Membahagiakan Anak-anak Binaannya

BACA JUGA:Menikmati Es Puter Durian di Siang Bolong, Nikmatnya Bikin Nagih; Detail Ulasan, Lokasi dan Harganya di Sini!

BACA JUGA:Wisata Eduheritage Jakarta-Cirebon: Upaya Merajut Benang Merah Kesejarahan

"Tahun 2024 sampai dengan hari ini, kita ada laporan temuan sebanyak 322 (laporan). Kemudian 149 laporan dalam proses kajian, 108 (laporan) dihentikan, dan 65 kasus ditangani oleh kepolisian, baik Bareskrim maupun di Polda jajaran," ujar Djuhandhani Rahardjo Puro.

Adapun 65 kasus yang ditangani oleh pihak kepolisian, diantaranya 16 perkara masih dalam proses penyidikan, 12 perkara dihentikan, kemudian 37 perkara sudah tahap vonis dan inkrah.

Sebagai informasi, pada Pemilu 2019, Djuhandhani Rahardjo Puro menyebutkan ada 849 perkara pelanggaran pidana pemilu yang dimana 367 kasus ditindaklanjuti, sedangkan 482 kasus dihentikan.

BACA JUGA:TECNO SPARK 20 Pro Series Resmi Hadir Sebagai Game Changer di Indonesia Seharga 2 Jutaan

BACA JUGA:Mengeksplorasi Keindahan Alam Situ Cikuda Majalengka; Segini Tarif Masuknya!

BACA JUGA:Bupati Imron: Menyongsong Indonesia Emas, Santri Harus Jadi Pemimpin dan Inovator Masa Depan

Tentunya jika angka tersebut dibandingkan, pelanggaran pidana pemilu 2024 turun sangat drastis.

"Kalau kita bandingkan tahun 2019, perkara yang naik sampai dengan tahap 2 ada sekitar 314 kasus," kata Djuhandhani Rahardjo Puro.

"Ini kami gambarkan bahwa pada saat ini penanganan perkara yang ditangani baik itu oleh Bawaslu ataupun kepolisian sampai dengan proses penyidikan ini angka yang cukup drastis turun," lanjutnya.

Dia pun menjelaskan, penyebab angka tersebut turun karena salah satunya adalah masa kampanye yang dijadwalkan lebih singkat, yakni 75 hari dari Pemilu sebelumnya selama 7 bulan.

BACA JUGA:Sekjen Kemendagri: Bappeda Itu Tangan Kanan Kepala Daerah dalam Pembangunan, Salah Merancang Ada Dosa Turunan

BACA JUGA:Wakili Mendagri, Sekjen Kemendagri Paparkan 6 Arahan Penting di Rakortekrenbang 2024

"Salah satunya adalah masa kampanye yang relatif singkat. Ini menjadi sebuah analisa kami kenapa di tahun 2024 sangat turun drastis terkait dengan tindak pidana Pemilu," imbuhnya.

Disisi lain, Anggota Bawaslu RI, Herwyn JH Malonda membeberkan pelanggaran yang kerap kali ditemukan atau dilaporkan, yaitu pelanggaran administrasi yang terjadi di luar masa kampanye.

Kemudian juga ada pelanggaran di luar masa kampanye lainnya, seperti saat masa verifikasi faktual bersama partai politik, media sosial, dan kode etik yang juga ditangani oleh pihak Bawaslu dan KPU Kabupaten/Kota.

Selain itu, Herwyn juga terdapat pelanggaran pidana Pemilu terkait politik uang dan pemalsuan dokumen.

BACA JUGA:Sejarah Desa Surakarta, Petapa Sakti Pemilik Keris Brajadenta

BACA JUGA:Per 1 Maret 2024, Syarat Pembuatan SKCK Harus Dilampirkan Kartu BPJS Kesehatan

Dua pelanggaran yang terjadi selama masa kampanye ini, beberapa diantaranya sudah ditangani oleh pihak Bawaslu, bahkan kepolisian hingga kejaksaan.

"Untuk tren pidana pemilu itu terkait dengan Pasal 521, 523 terkait dengan politik uang, kemudian 490,491,494, 493, termasuk yang kita lihat disini dari pencalonan itu ada pemalsuan dokumen dan untuk disaat kampanye atau menjelang hari H pemungutan suara itu kebanyakan terjadi dua hal, terkait dengan politik uang masih ditangani oleh jajaran yang ada baik di Bawaslu atau sudah di pihak Kepolisian dan Kejaksaan," kata Herwyn.

Selain itu juga ada pelanggaran netralitas ASN, yaitu dari Kepala Daerah. Meski tidak disebutkan daerahnya, tapi Herwyn mengatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan Pasal 283 ayat 1 Tahun 2017.

BACA JUGA:Sarapan dengan Gizi Seimbang dari Omega 3 hingga 6 untuk Tumbuh Kembang Anak

"Terkait dengan kepala daerah yang melanggar ketentuan Pasal 283 ayat 1 Tahun 2017 yang sebagaian besar kita rekomendasikan kepada instansi terkait termasuk juga dugaan keterlibatan staf lembaga desa dalam hal pendamping ya memang sudah kita teruskan kepada instansi terkait lainnya untuk pidana dari bareskrim sudah menjelaskan terkait dengan sudah ditangani," tandasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase