Tarif Dasar Listrik yang Mencekik

Tarif Dasar Listrik yang Mencekik

HARGA Tarif Dasar Listrik (TDL) kembali dinaikan pemerintah. PT PLN (Persero) mulai 1 Januari 2017 mengambil kebijakan kenaikan tarif listrik secara bertahap bagi rumah tangga golongan mampu dengan daya 900 VA. Kenaikan tarif dilakukan setiap dua bulan sekali, yakni 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017. Kenaikan ini meskipun menguntungkan posisi APBN dengan memangkas subsidi listrik hingga 20 triliun, tentu berpotensi membantu APBN secara siginifikan. Tetapi di lain sisi, kebijakan ini ujungnya akan memberatkan masyarakat terutama kalangan menengah bawah. Beratnya pendapatan tidak naik, sedangkan harga-harga kebutuhan cenderung meningkat. Kebijakan kenaikan TDL sangat berbanding terbalik dengan kondisi tahun 2015 yang justru harga TDL diturunkan. Salah satu stimulus dari paket ekonomi jilid dua adalah penurunan Tarif Dasar Listrik (TDL). Melalui kebijakan ini pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (persero) menurunkan tarif listrik golongan industri mulai 1 Oktober 2015. Penurunan TDL itu untuk golongan tegangan rendah, menengah dan tinggi. Di tahun 2015 di tengah apesnya kinerja sektor produksi, kita berharap penurunan TDL dapat segera mampu menjadi stimulus berbagai jenis sektor industri. Penurunan TDL ini setidaknya sebagai upaya penguatan sisi suplay (sisi produksi) atau penguatan daya saing industri. Salah satu sebab mengapa daya saing ekonomi kita lemah adalah tingginya biaya energi dan logistik. *** Sekadar mengingatkan, bahwa data global selalu menunjukan situasi memprihatinkan tentang daya saing perekonomian Indonesia di pentas global. Dalam survai rutin yang diadakan oleh International Institute for Management Development, dari tahun ke tahun daya saing ekonomi Indonesia secara terus menerus berada di urutan bawah. Dan lebih memprihatinkan lagi, kian lama keududuaknnya semakin merosot. Pada tahun 2007 Indonesia malah sudah menyentuh titik dasar dengan menempati urutan ke 54 dari 55 negara yang disurvai. Hanya seurat lagi Indonesia sudah akan menduduki peringkat Negara dengan perekonomian paling tidak berdaya saing. Sekarang pun Indonesia sudah menempati urutan terbawah di lingkungan asia pasifik maupun Asia Tenggara. Dengan posisi seperti ini, bagaimana mungkin sebagian pejabat dan politisi kita masih bisa mengatakan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan investasi yang paling menarik? (Faisal Basri, 2008). *** Rapuhnya daya saing ekonomi Indonesia dalam berbagai aspek, menjadi sangat rentan gejolak global. Anjloknya nilai tukar rupiah yang berkekuatan memukul sektor produksi menjadi buktinya. Namun kondisi ekonomi saat ini tidak hanya memukul sektor produksi, tetapi juga sisi daya beli atau permintaan rakyat. Di sinilah penguatan sisi suplay juga harus pula diikuti penguatan sisi demand (daya beli rakyat yang lemah). Mengingat bahwa pelemahan ekonomi terjadi pada sisi suplay dan demand. Penguatan pada sisi demand ini berupa perlunya bantalan jangka pendek yang mampu mengangkat daya beli masyarakat dan juga membendung gelombang PHK susulan. Buruknya sisi demand dialami terutama oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Anjloknya demand ini bisa dilihat dengan tingginya harga pangan menjadi pemicu bagi tingkat inflasi bahan makanan (volatile food) pada agustus 2016 hingga menyentuh angka 9,27 persen (yoy). Bisa kita bayangkan, tingginya harga pangan dan lemahnya daya beli rakyat di tengah pukulan lesunya kinerja sektor produksi membuat kondisi ekonomi menjadi stagnan. Dalam kondisi ekonomi yang lemah pemerintah sedang membutuhkan banyak cara dan opsi yang mampu mendorong perbaikan jangka pendek. Oleh sebab itu sebenarnya memperkuat daya saing sama saja kita menyiapkan bantalan ekonomi nasional kita sehingga ekonomi kita memiliki fondasi yang kokoh dari segala terjangan global. *** Persoalannya, dalam menimbang paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah, sebagian besar paket yang diluncurkan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam implementasinya. Kemungkinan hasilnya bisa dirasakan pada tahun depan. Itupun jika ekonomi kita tahun ini tidak betul-betul masuk ke perangkap krisis yang semakin dalam. Sebab kepungan eksternal masih tetap menghantui ekonomi domestik. Dengan melihat asumsi dan pemetaan yang demikian, idealnya kebijakan yang dibuat pemerintah harus berupa bantalan yang mampu menjadi penyanggah kaki ekonomi yang kian goyah. Jika pemerintah tidak berhasil membuat bantalan semacam ini, bisa kita bayangkan, sedikit saja ekonomi kita bisa roboh akibat gelombang eksternal yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Ini kemungkinan yang pasti bagi Indonesia, apalagi kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara yang memliki fondasi dan struktur ekonomi yang amat rapuh. Kebijakan yang menggiring investasi, debirokratisasi, deregulasi, penguatan nilai rupiah adalah sederet kebijakan yang dianggap kalangan sebagai paket ekonomi yang tidak akan mampu dengan segera menjadi solusi persoalan ekonomi day to day. Melainkan paket ekonomi yang hasilnya jangka panjang. Naiknya harga TDL adalah langkah yang memukul keras ekonomi rakyat. Pemerintah tidak boleh ragu jika harus menurunkan harga BBM, apalagi demi menyelamatkan nasib jutaan rakyat Indonesia. Inflasi semester satu 2016 terutama dipicu oleh kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah Jokowi pada awal pemerintahannya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: