Ironi Kemerdekaan dan Gaji Guru di Cirebon: Dimulai dari Semangkuk Bakso
Susi Meifi (kerudung oranye) bersama para guru dan pengurus yayasan memberikan arahan kepada murid SMP Harapan Kita Kota Cirebon. -Ade Gustiana-Radar Cirebon
Susi yang ketika itu tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kota Cirebon, bahkan rela menempuh perjalanan yang lebih jauh demi mengajar di TK lainnya.
“Pihak sekolah terkadang cuma bilang, 'Ayo, Ibu Susi, kita jajan aja ya," kata Susi.
BACA JUGA:Gaji Guru Naik Rp2 Juta Tahun Depan Berbasis Sertifikasi, ASN Non-Serdik Gimana?
BACA JUGA:BRI Gelar Consumer Expo 2025 di Bandung, Hadirkan Suku Bunga KPR Ringan Mulai 2,40 Persen
Ajakan untuk jajan itu, menurut Susi, merupakan pengganti gaji bulanan. Meski demikian, dia tetap menjalani profesi sebagai guru.
Bahkan, harus menggeluti pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kenangan yang tak terlupakan juga dialami oleh Susi ketika dirinya mengajar di SD Perwari yang terletak di Jalan Pamitran, Kota Cirebon.
Dia mengajar di sekolah tersebut selama delapan tahun. Pengabdian yang tidak sebentar. Di sekolah itu Susi mengajar Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK.
Menurut dia, mengajar ABK tantangannya lebih besar. Bahkan Susi menghadapi sendiri risiko cedera fisik yang mengintainya setiap waktu.
Susi pernah digigit, dicubit, bahkan diludahi oleh murid ABK, tapi dia tidak menyerah. Dia mengaku jatuh cinta dengan dunia anak-anak.
“Tangan saya pernah digigit waktu mengajar. Dicubit, diludahi, itu sudah biasa," kenang Susi.
Menurut Susi, dirinya berusaha mengajar dengan tulus. Bahkan, dana insentif dari orangtua siswa pun tidak dia bagikan ke guru lain.
Menurut dia, setiap orangtua siswa ABK memberikan dana insentif guru pendamping sebesar Rp100 ribu per orang.
Namun uang itu dia bagikan kepada guru lain yang tidak menangani anak-anak berkebutuhan khusus di sekolahnya.
“Tapi tidak apa-apa, saya ikhlas dan ridha," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


