GEGER LAGI! Penjelasan Mahzab Bung Karno dan Pak Harto oleh Syekh Panji Gumilang, Begini...
Mahzab Bung Karno sempat membuat geger imbas dari pernyataan pendiri Mahad Al Zaytun, Syekh Panji Gumilang.-Mahad Al Zaytun-radarcirebon.com
INDRAMAYU, RADARCIREBON.COM - Syekh Panji Gumilang memberikan penjelasan terkait pernyataannya mengenai Mahzab Bung Karno baru-baru ini.
Dijelaskan Syekh Panji Gumilang, bahwa mahzab yang dimaksud karena dirinya mengenal Bung Karno secara langsung dan pernah berjabat tangan.
Dia menegaskan, bermahzab Bung Karno dalam hal pembaharu. Kemudian bermahzab Pak Harto dalam hal politik pembangunan. Sebab, baginya mahzab itu harus bisa dirasakan.
"Mazhab apa? Nanti saya jawab aneh lagi. Mazhab saya, Mazhab Bung Karno," kata Syekh Panji Gumilang, belum lama ini saat menerima Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Indramayu.
BACA JUGA:Disebut Yahudi, Ini 3 Salam Khas Syekh Panji Gumilang di Mahad Al Zaytun
Syekh Panji Gumilang menjelaskan terkait dengan kekagumannya kepada Ir Soekarno yang merupakan proklamator Indonesia.
"Mengapa? Saya kenal. Saya pernah berjabat tangan waktu SD kelas 3. Terus saya berkenalan langsung dengan pemikirannya sejak 1993 sampai sekarang," tandasnya.
Bahkan, Syekh Panji Gumilang ragu bahwa putri dari Bung Karno yakni, Megawati Soekarnoputri hapal dengan Buku Bung Karno yakni Di Bawah Bendera Revolusi.
"Saya yakin Ibu Megawati belum tentu membaca Di Bawah Naungan Bendera Revolusi dengan hapal," tuturnya, mengenai buku legendaris yang berisi tulisan-tulisan Ir Soekarno.
Saking mengenalnya pemikiran Bung Karno dan buku-buku tersebut, Syekh Al Zaytun mengaku, sampai hafal kata per kata dari buku tersebut dengan detil.
"Saya itu sampai hafal kata-kata satu persatunya. Sampai memimpikan kapan ini nasab-nya Bung Karno tampil. Sudah mau tampil, tau-tau diganti orang lain. Jadi kalau ditanya, rame lagi," tandasnya.
Di pertemuan itu, dirinya juga sempat menyinggung mengenai adanya perempuan di shaf depan jemaah salat id yang dilaksanakan di Masjid Rahmatan Lil Alamin Mahad Al Zaytun.
Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun sudah menjelaskan bahwa hal tersebut makruh. Artinya, abu-abu. Kemudian Nahdlatul Ulama juga sudah memberikan penjelasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: