Surat Kepada Presiden dari Zaytun Simanullang: Kehadiran Negara di Al Zaytun Tanpa Framing

Surat Kepada Presiden dari Zaytun Simanullang: Kehadiran Negara di Al Zaytun Tanpa Framing

Surat kepada Presiden RI, Ir Joko Widodo (Jokowi) dari CH Robin Simanullang terkait dengan polemik Mahad Al Zaytun.-Dok Pribadi-radarcirebon.com

BACA JUGA:‘Membiasakan Berbeda’, Pengalaman Terindah dari Idul Adha Tahun Ini

Saya sangat optimis, jika Negara  hadir akan dengan cermat dan bijak menyelesaikannya dengan acuan dasar Pancasila.

Namun, dalam kasus terakhir, saya menjadi kurang optimis bahwa kehadiran negara akan menjadi solusi setelah mendengar Konfrensi Pers Menkopolhukam bersama Gubernur Jawa Barat (Sabtu, 24 Juni 2023) yang terkesan telah kembali (mengulangi kesalahan terdahulu).

Yakni, terlebih dahulu mem-framing Al Zaytun bersalah dalam tiga aspek (hukum, administrasi dan sosial) dan akan mengambil tindakan yang sesuai dengan harapan (tekanan) masyarakat.

Saya bertanya: Beginikah kehadiran negara? Mengapa ukuran kehadiran negara adalah harapan (keinginan, tekanan) masyarakat? Bukankah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berazas Pancasila?

BACA JUGA:Rumah Mewah di Kuningan Jual Produk Alat Khitan, Dipasarkan Hingga Rusia-Ukraina

Oleh karena itulah saya memberanikan diri menulis surat kepada Presideni, dengan harapan bahwa:

  1. Bapak Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan akan taat azas menegakkan ideologi, konstitusi dan UU NKRI.
  2. Bapak Presiden pada awal pemerintahan telah menegaskan bahwa hanya Presiden yang memiliki Visi dan Missi, sementara semua Pembantu Presiden (Wakil Presiden dan Menteri) harus menjalankan Visi dan Misi Presiden tersebut.
  3. Dengan demikian kiranya Bapak Presiden jangan lengah membiarkan para Pembantu Presiden, di antaranya Menkopolhukam, juga aparat pemerintahan sampai tingkat terbawah, bertindak gegabah sesuai dengan visi dan kepentingan diri dan kelompoknya sendiri dalam menangani masalah Al-Zaytun. Jangan sampai Pembantu Presiden mengambil keputusan dengan pengenalan yang sangat terbatas (bergantung pandangan luar) tentang Al-Zaytun. Juga hanya berfokus pada tuduhan masa lalu, tanpa mencermati perkembangan keberadaan Al-Zaytun dalam 20 tahun terakhir ini.
  4. Selesaikan masalah Al Zaytun dengan tatanan (ukuran) Pancasila, UUD 1945 dan UU, atau PP, Perda yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945; serta pengenalan yang cerdas, cermat dan memadai tentang Al-Zaytun.
  5. Untuk pengenalan yang lebih cermat dan terukur tentang Al-Zaytun, kiranya Bapak Presiden selaku pengguna tunggal Badan Intelijen Negara (BIN) sangat bijaksana bila secara khusus menugaskan BIN dan badan intelijen dan lembaga lainnya (BPPT) untuk meneliti Al Zaytun secara komprehensif.
  6. Jangan sampai Bapak Presiden yang setia Pancasila, melalui Pembantu Presiden mengambil tindakan gegabah dan yang justru menodai dan anti-Pancasila. Jika itu terjadi, sejarah akan mencatat sikap Presiden yang ambivalen terhadap Pancasila hanya karena tekanan keinginan dan persepsi massa tertentu, apalagi bila massa itu berkecenderungan intoleran dan garis keras.
  7. Apakah Bapak Presiden tidak menghendaki munculnya lembaga pendidikan Islam yang modern dan toleran serta mandiri dan taat Pancasila di bumi NKRI?
  8. Oleh karena itu, Bapak Presiden yang terkenal merakyat dengan habitat bulusukan, sudilah kiranya blusukan ke Al-Zaytun, baik secara diam-diam maupun secara terbuka sebelum mengambil kebijakan.

BACA JUGA:ANEH TAPI NYATA! Digoncang Isu Sesat, Jumlah Santri Baru Mahad Al Zaytun Tambah Terus, Hampir 2 Kali Lipat

Demikian surat curahan hati saya sampaikan, dengan harapan kiranya berguna sebagai bahan inspirasi bagi Bapak Presiden dalam memimpin Negeri Pancasila ini; dan juga berharap kiranya Bapak Presiden Jokowi berkenan mengabulkan pesan surat tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: