Ratusan Massa AM3 Lakukan Aksi Long March Kritik Kasus Rempang, Ini 5 Point Pernyataan

Ratusan Massa AM3 Lakukan Aksi Long March Kritik Kasus Rempang, Ini 5 Point Pernyataan

Ratusan massa dari Aliansi Masyarakat Muslim Majalengka (AM3) melakukan aksi damai menyikapi konflik lahan di Rempang dan Galang, Batam, Kepri,Jumat (29/9).A-ist-radarcirebon.com

MAJALENGKA, RADARCIREBON.COM - Ratusan massa dari  Aliansi Masyarakat Muslim Majalengka (AM3)  melakukan aksi damai menyikapi  konflik lahan di Rempang dan Galang, Batam, Kepri,Jumat (29/9).

Aksi massa dilakukan sekitar pukul 15.30 WIB dengan dimulai start (Tiitik Kumpul)  di Taman Bagja Raharja  (KASUNGKA FOODCOURT) Kelurahan Majalengka Wetan Kecamatan Majalengka dan finish di alun- alun Majalengka.

Aksi damai yang dipimpin  kordinator Ustad Hilal memprotes dan mengkritisi akibat investasi atas nama Proyek Strategis Nasional akan berpotensi merampas hak tanah masyarakat asli. Kebijakan zolim yang berlindung di balik Investasi ini syarat akan kepentingan dan keberpihakan pada oligarki, tapi disisi lain mengabaikan kepentingan rakyat,”tandas Ustad  Hilal. 

Menurutnya, keputusan penundaan relokasi, tidak menjamin lebijakan akan di hentikan. Untuk itu, kita tetap harus waspada dan kritis.Demi Investasi, jangan sampai rakyat dan tanah Melayu di korbankan, kita prihatin dan mengecam sikap  dari aparat dalam menghadapi rakyat,” tandasnya.

BACA JUGA:Dua Misi Persib Bandung Jelang Lawan Persita Tangerang

BACA JUGA:Sekala dan Niskala, Panjang Jembatan Selat Bali - Jawa Hanya 39 Kilometer, Tapi Mustahil Dibangun

Pada kesempatan itu AM3 mengeluarkan pernyataan sikap menyikapi yang terjadi pada rakyat dan tanah melayu di Rempang, Kepulauan Riau yakni: DEMI INVESTASI, RAKYAT DAN TANAH MELAYU DIKORBANKAN.
 
Menyikapi yang terjadi pada rakyat dan tanah melayu di Rempang, Kepulauan Riau. ALIANSI MASYARAKAT MUSLIM MAJALENGKA menyampaikan pernyataan sebagai berikut:

PERTAMA, Bahwa Rakyat Melayu Rempang memiliki hak atas tanahnya. Mereka telah menempati ratusan tahun lamanya, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.

Hal ini berdasarkan dari Kitab Tuhfat An- Nafis karya Raja Ali Haji (terbit perdana tahun 1890), dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari Prajurit/Lasykar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I. Dalam Perang Riau I (1782 - 1784) melawan Belanda, mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah  ( salah seorang Pahlawan Nasional ).

BACA JUGA:Info Lengkap! Saldo Minimal ATM Bagi Kamu Pengguna Tahapan BCA & BCA Blue

BACA JUGA:4 Hal yang Membuat Jembatan Jawa-Bali Sulit Terwujud, Usulan Profesor pun Ditolak, Hanya Gegara Terkait Mitos?

Kemudian dalam Perang Riau II, juga melawan Belanda (1784-1787) mereka menjadi prajurit yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Riayat Syah. Anak cucu prajurit itulah yang sampai saat ini mendiami pulau Rempang, Galang dan Bulang secara turun temurun. Pada Perang Riau I dan Riau II, nenek moyang mereka disebut sebagai Pasukan Pertikaman Kesultanan.

Hal ini juga diuangkap dalam sejumlah arsip kolonial Belanda berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930 (Laporan Sebuah Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang pada 4 Febaruari 1930). Laporan ini ditulis di Tanjungpinang, 12 Februari 1930 dan dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I,1930.

Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah untuk menghormati hak tanah ulayat adat melayu (kampung tua) dan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk mengurus administratif dan pengelolaan. Sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: