Gelar Aksi di DPRD Kabupaten Cirebon, Puluhan Jurnalis Tolak Revisi RUU Penyiaran yang Ancam Kebebasan Pers
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon HM Luthfi dan sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Cirebon Raya dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Cirebon menolak revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran. -DEDI HARYADI-RADARCIREBON.COM
Tidak dilibatkannya berbagai pihak dalam pembuatan draf itu terlihat dari banyaknya penolakan terhadap RUU Penyiaran. Mulai dari IJTI, AJI, hingga Dewan Pers.
Pihaknya juga menolak RUU itu karena mengandung beberapa pasal yang dapat mengancam kebebasan pers.
Pasal 50 B Ayat 2 huruf C, misalnya, melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Pasal ini dapat menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan.
“Mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi?"
BACA JUGA:Pelindo Regional 2 Cirebon Gelar Coffee Morning Bersama Pengguna Jasa Pelabuhan
BACA JUGA:Akan Ada Perhatian untuk Atlet PON, KONI Kota Cirebon Tunggu Update Terbaru
"Selama karya itu memegang kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data benar, dibuat secara profesional serta untuk kepentingan publik, maka tidak boleh dilarang,” ujarnya.
Pasal 50 B ayat 2 huruf K yang terkait penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, serta pencemaran nama baik, juga bersifat multitafsir.
Pihaknya menilai, pasal ini bisa menjadi alat untuk membungkam jurnalis atau pers.
Abdullah Fikri Ashri, anggota AJI di Cirebon, menyoroti adanya potensi tumpang tindih antara RUU Penyiaran dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
BACA JUGA:19 Lulusan FK UGJ Diambil Sumpah sebagai Dokter
Pasal 50 B Ayat 2 C yang melarang penayangan karya investigasi, misalnya, bertentangan dengan PAsal 4 Ayat 2 UU Pers.
Pasal tersebut mengatur bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Begitupun dengan Draf RUU Penyiaran Pasal 8 A Ayat 1 yang menyebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.
Padahal, itu bertentangan dengan UU Pers Pasal 15 Ayat 2 Huruf C tentang salah satu tugas Dewan Pers.
Pasal itu menyebutkan, Dewan Pers memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase