Dia menjelaskan, pemerintah Singapura sudah lama berusaha untuk menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
“Di sekolah-sekolah Singapura, anak-anak diajarkan dalam ilmu-ilmu sosial pelajaran tentang kerusuhan Maria Hertogh dan 1964 Kerusuhan Ras,” ungkap Roslinah.
Pelajaran itu, tambahnya, sebagai pengingat dari konsekuensi konflik antar-agama. Singapura sebagai negara yang multiras dan multiagama, memang membutuhkan kesadaran toleransi yang seperti itu.
Banyak cara yang negerinya lakukan untuk toleransi. Misalnya adanya kelas ras campuran, interaksi antara siswa dari berbagai ras, menjadi salah satunya.
BACA JUGA:Mengenal Istilah Konstruksi Jalan Tol Cisumdawu, Apa itu Super Elevasi?
“Juga perayaan festival agama bisa membantu menanamkan toleransi beragama dan pemahaman dari usia muda,” jelas Roslinah lagi.
Apa yang dilakukan di Singapura itu, tegas Roslinah, semua dilakukan juga di Al Zaytun. Makanya bagi dia Al Zaytun “I feel at home".
Dia menyebutkan, program-program yang diangkat oleh Syekh Al Zaytun Panji Gumilang sudah sangat tepat. Bukan saja soal pendidikan dan toleransi, tapi juga masalah pertanian.
Soal kemandirian pangan dan menguruskan air dengan baik, ungkap dia, juga merupakan langkah yang sangat tepat.
BACA JUGA:Sempat Dirawat di ICU, Begini Kondisi Terbaru Walikota Cirebon: Kangen Sega Jamblang
“Subhanallah dan Alhamdulillah, saya dapat melihat masa depan Indonesia. Yang boleh menikmati makanan dari ladang mereka sendiri,” puji Roslinah.
Pondok itu, tambah dia, juga menerapkan program jangka pendek, sederhana dan panjang. “Saya yakin dan optimis, terdapat banyak produk milenial yang dicipta untuk bangsa di tempat ini,” ujar dia lagi.
Baginya, Mahad Al Zaytun adalah tempat pendidikan yang mengutamakan dua perkara. Tak bumi, iman dan taqwa serta sains dan teknologi.
“Jika ini berjalan bersama-sama, sungguh menakjubkan. Program pembangunan jangan dilihat sebagai tidak perlu, kerana ini adalah program jangka panjang buat sebuah negara,” pungkasnya. (*)