Longsor di Kaki Gunung Ciremai, Pernyataan BTNGC Dinilai Malah Menyudutkan Masyarakat
Ketua PSI Kuningan Asep S Sonjaya menyoroti pernyataan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai terkait insiden longsor di kawasan jalur hiking Lembah Cilengkrang, Kuningan.-Agus Sugiarto-Radar Kuningan
Ungkapan dari BTNGC, ternyata mengundang reaksi Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kuningan Asep S Sonjaya atau yang akrab disapa Asep Papay.
Dirinya menyoroti pernyataan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai terkait insiden longsor di kawasan jalur hiking Lembah Cilengkrang, Kuningan.
BACA JUGA:Total Calhaj asal Kuningan Berjumlah 1.018, Giliran Kloter 21 Diberangkatkan
BACA JUGA:Buronan Kasus Penipuan Tidak Masuk Kerja Sejak Februari, Pihak Imigrasi Cirebon Buka Suara
Menurut Asep, kawasan Gunung Ciremai merupakan salah satu kekayaan alam Kabupaten Kuningan yang menyimpan potensi luar biasa baik dari segi sumber daya air, keanekaragaman hayati, maupun fungsi ekologisnya.
Karena itu, setiap aktivitas di kawasan tersebut harus benar-benar mempertimbangkan dampak lingkungan secara serius.
"Selama ini, meski hujan deras kerap mengguyur, tidak pernah terjadi longsor atau banjir di kawasan tersebut," jelas Asep dalam keterangan persnya, akhir pekan kemarin.
Namun sejak adanya pembangunan tempat wisata baru, sebutnya, tiba-tiba terjadi longsor di area jalur air Cilengkrang yang notabene dekat dengan sumber air penting.
BACA JUGA:Razia Pekat di Kabupaten Cirebon, Ratusan Botol Miras Disita Polisi
"Ini menjadi indikasi kuat bahwa ada pengaruh aktivitas manusia yang perlu diselidiki secara komprehensif," ujarnya.
Menurutnya, pernyataan pihak BTNGC yang menyebut masyarakat harus lebih cerdas dalam menilai situasi, dinilai kurang elok dan justru terkesan defensif terhadap pihak pengelola wisata yang diduga menjadi pemicu bencana.
"BTNGC seharusnya bersikap lebih komunikatif dan bijak. Daripada buru-buru membela pihak tertentu, lebih baik fokus menyampaikan rencana penelusuran penyebab, investigasi lingkungan, atau bahkan meninjau ulang seluruh aktivitas pembangunan di kawasan itu," kritiknya.
Ia menambahkan, kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap pengelolaan kawasan konservasi.
"Jangan sampai publik merasa suara dan kekhawatirannya diabaikan. Sebagai badan otoritatif, BTNGC seharusnya menjadi garda depan dalam menjaga keseimbangan lingkungan, bukan malah menyampaikan narasi yang menyudutkan masyarakat,” tegasnya.
Ia pun mendorong, agar insiden ini menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap pembangunan di kawasan konservasi, agar tidak menimbulkan bencana ekologis yang lebih besar di masa mendatang.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


