Dari Nenek Moyang Talaga Manggung, Sekarang Jadi Kampung Milarder di Majalengka
Potret salah satu rumah miliarder di Desa Rawa, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka.-hasil tangkap layar-YouTube @MEYSA SELINA
RADARCIREBON.COM - Masyarakat Desa Rawa Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka ini, ternyata tidak bisa dipisahkan dengan peradaban Talaga Manggung.
Desa yang sekarang dijuluki sebagai salah satu “Kampung Meliarder” Majalengka itu, memiliki sejarah yang sangat panjang.
Dari peradaban ketika Talaga Manggung, zaman Kerajaan Islam Cirebon hingga sekarang ini.
Desa Rawa ternyata sudah berawal sejak abad ke – 17 masehi. Pada mulanya wilayah itu merupakan sebuah daerah kecil yang dilingkari rawa-rawa.
BACA JUGA:16 Pelaku Kejahatan dari 9 Kasus Berhasil Diringkus Satreskrim Polresta Cirebon
Membentang dari sebelah Barat ke Selatan sampai ke sebelah Timur yang sekarang menjadi Desa Rawa.
Desa Rawa dulunya merupakan daerah kekuasaan kerajaan Talaga Manggung. Kerajaan kecil yang menjadi bawahan kerajaan Galuh.
Pada waktu itu kerajaan Galuh merupakan bawahan kerajaan Padjajaran. Kerajaan tersebut menganut agama Hindu.
Jika berdasarkan keturunan, nenek moyang orang Desa Rawa berasal dari Kerajaan Talaga Manggung.
Pada mulanya Kerajaan Talaga Manggung menginvasi atau mengembangkan beberapa wilayahnya ke daerah-daerah.
BACA JUGA:'Butiran Kayu Ajaib' Digunakan Industri Pangan di Kampung Miliarder Majalengka
Seperti ke Desa Sindangpanji yang ada di Kecamatan Cikijing serta Desa Cimanggu dan Desa Nagarakembang yang berada di Kecamatan Cingambul .
Setelah itu baru masuk ke daerah rawa-rawa. Daerah itulah sekarang dikenal sebagai Desa Rawa.
Desa Rawa berbatasan langsung dengan Kecamatan Talaga di sebelah barat-utara. Desa Sukasari di sebelah timur-utara, Desa Maniis di sebelah barat-selatan, Desa Nagarakembang di sebelah selatan, Desa Cidadap di sebelah barat.
Tahun 1497 M, Syekh Syarif Hidayatullah memproklamirkan berdirinya kerajaan Islam di Jawa Barat. Tepatnya di Kesultanan Cirebon yang terpisah dari kerajaan Padjajaran.
BACA JUGA:Sumedang Teman Sepadan untuk Eunpyeong-gu, Kim Me-Kyung: Cocok untuk Bertukar Pikiran
Sejak itulah Syarif Hidayatullah sangat sibuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Konon karena sangat sibuknya, maka sebuah kerajaan kecil yang ada di wilayah Talaga menjadi terlupakan.
Kerajaan tersebut belum disentuh oleh pengaruh Islam. Sehingga ketika itu, kerajaan Talaga Manggung masih beragama Hindu.
Pada tahun 1568, Syekh Syarif Hidayatullah wafat dan dimakamkan di Astana Gunung Jati Cirebon. Sekitar tahun 1632 Sedang Kamuning yang bergelar (Dipati Carbon I) melanjutkan penyebaraan Islam.
Hingga sekitar tahun 1693 Dipati Carbon I, lalu digantikan oleh Emas Zainul Arifin. Sosok ini bergelar Ratu Pakungwati I, yang memerintah sampai dengan sekitar tahun 1743.
Pada sekitar tahun 1744 Sedang Gayam yang bergelar (Dipati Carbon II) berkuasa. Sosok ini memerintahkan pada abdinya untuk menyebarkan Islam ke sebuah kerajaan kecil yang ada di wilayah Talaga. Tepatnya di daerah Sangiang. Pada waktu itu rajanya masih beragama Hindu.
BACA JUGA:Lanjutkan Kerjasama dengan Manchester City, Midea Jadikan Erling Haaland Brand Ambasador
Pasukan utusan Dipati Carbon II tersebut berangkat ke Talaga untuk mengislamkan wilayah Talaga dan sekitarnya. Singkat cerita utusan ini tidak berhasil mengislamkan Raja dan prajurit Kerajaan Talaga.
Konon katanya Raja Talaga Manggung menghilang. Dalam bahasa sunda disebut Leungit atau Ngahiang.
Kerajaan tersebut amblas ke dalam tanah. Lalu menjadi sebuah telaga, dalam bahasa Sunda disebut Situ. Daerah itu sekarang terkenal dengan sebutan Situ Sangiang.
Sementara para prajuritnya tenggelam dalam situ tersebut. Konon para prajurit berubah menjadi ikan lele putih.
Setelah itu, Talaga Panggung dan sekitarnya menjadi diislamkan. Termasuk hingga ke Desa Rawa yang sekarang masuk Kecamatan Cingambul.
Desa itu, pada mulanya pemukiman penduduk dimulai di sebelah barat. Sekarang menjadi Blok Rawa Kulon. Kemudian merata hingga sekarang ini.
BACA JUGA:KERAS, Bobotoh Persib Minta Pemain Ini Tidak Diturunkan Lawan Persija: Kureng!
Karena itu, Desa Rawa yang berdiri sejak sekitar tahun 1744. Sekarang desa menjadi salah satu desa kaya di Kabupaten Majalengka.
Dilihat dari keadaan sosial, junlah penduduk Desa Rawa sampai akhir tahun 2010 sebesar 8.000 jiwa. Sementara kepadatan rata-rata 0.060 jiwa/kilometer persegi.
Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Majalengka sebesar 0,84 persen. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan.
Desa Rawa dilihat dari segi agama sebagian besar beragama Islam. Penduduknya masih aktif dalam kegiatan-kegiatan rutin keagamaan. Seperti mengadakan pengajian di setiap langgar atau masjid setiap hari.
Kegiatan rutin ini diadakan secara bergilir dalam setiap satu minggunya dari satu langgar ke langgar lainnya. Itu merupakan salah satu budaya yang ada di Desa Rawa.
BACA JUGA:'Butiran Kayu Ajaib' Ini Bisa Ditemui di Majalengka, Tak Jauh dari Puncak Jahim
Selain itu, di Desa Rawa ada kebiasaan perayaan bagi ibu yang hamil pada usia 4 sampai 7 bulanan. Acara itu biasa disebut Babarit.
Artinya budaya para leluhur terdahulu masih dilestarikan oleh masyarakat hingga sekarang ini.
Kesejahteraan masyarakat Desa Rawa ditinjau dari segi ekonomi sudah cukup memadai. Hal ini dilihat dari segi industri yang berkembang pesat.
Industri ini bergerak di bidang pangan yaitu industri keripik (singkong, pisang, talas, ubi jalar), kacang koro, kue, dan lain-lain.
Sedangkan ditinjau dari segi pertaniannya sebagaian besar masyarakat Desa Rawa menanam padi di musim penghujan dan palawija di musim kemarau.
Palawija yang ditanam sesuai dengan bahan baku industri pabrik seperti singkong dan ubi jalar.
Selain itu, penanaman sayur juga banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Rawa. Sayuran yang ditanam yaitu cabai rawit, kol, kentang, tomat, dan lain-lain.
Tak sedikit juga masyarakat Desa Rawa yang berdagang ada yang berdagang di rumah, dan ada juga yang merantau ke luar kota.
BACA JUGA:Segini Harga Tiket AirAsia Rute Kertajati-Denpasar
Masyarakat Desa Rawa sampai sekarang jarang yang pengangguran atau tidak bekerja. Mereka setidaknya bekerja, dikarenakan di Desa Rawa banyak sekali pabrik-pabrik yang bisa dimanfaatkan warga penduduknya dengan bekerja.
Tidak jarang warga penduduk luar Desa Rawa pun ada yang bekerja di desa itu. Hal itulah yang membuat Desa Rawa semakin maju dan makmur. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase